4. Ratusan Tempat Hiburan di Jakarta Terancam Bangkrut

Sabtu, 16 Oktober 2010


Smaller  Reset  Larger
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Tempat usaha kelas menengah ke bawah terancam bangkrut. Ada sekitar 120 tempat usaha yang terancam gulung tikar. Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan, Adrian Mailite mengatakan, tempat usaha yang paling banyak mengalami kebangkrutan adalah live music dangdut serta karaoke kelas bawah.

''Sudah 2-3 tahun ini mereka mengalami kondisi darurat,” kata Adrian, Kamis (14/10).

Tempat-tempat yang mungkin akan ditutup di antaranya hampir tersebar di seluruh wilayah Jakarta. Beberapa di antaranya terdapat di sepanjang Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat; Jalan Wahid Hasyim dan Sabang, Jakarta Pusat; Daan Mogot, Jakarta Barat; Pulomas, Jakarta Timur; dan sekitar Melawai, Jakarta Selatan.

Menurut Adrian, selama ini, tempat usaha itu tetap beroperasi untuk sekadar tidak rugi saja. Padahal, lanjutnya, perputaran uang di bisnis ini sebenarnya lumayan besar, yakni hingga Rp 300 miliar per tahun. Jumlah ini meningkat dari tahun lalu yang cuma Rp 265 miliar.

Selain 120 tempat usaha yang terancam bangkrut, Adrian juga mengatakan ada sekitar 50-60 tempat hiburan yang tutup selama 2010 ini. Alasannya, mereka tidak sanggup menghadapi persaingan yang ketat, terutama tempat hiburan kelas menengah ke atas. Ia juga menduga faktor beralihnya gaya hidup masyarakat ikut berpengaruh.

Adrian mengatakan gaya hidup masyarakat sudah tidak lagi mengutamakan hiburan di tempat-tempat seperti live music dangdut atau karaoke kelas bawah. Ia mengatakan daya beli masyarakat pun sudah berkurang. “Kebanyakan sudah beralih ke pusat-pusat perbelanjaan,” katanya. Sebab, di tempat tersebut mereka tidak perlu mengeluarkan uang untuk sekadar cuci mata dan wisata.
Tempat hiburan jarang permanen
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Arie Budhiman mengatakan, tak mendapatkan informasi mengenai kebangkrutan tempat wisata itu. “Kalau mereka tutup, pasti ada laporannya,” katanya.

Setiap akhir tahun, lanjut Arie, selalu ada pendataan mengenai jumlah tempat usaha yang masih beroperasi. “Mereka pasti melapor sehingga selalu terpantau dinas,” katanya. Jika hal tersebut tidak dilakukan, pengusaha bisa merugi lagi karena pajak akan tetap ditagihkan. Kalaupun tempat usaha sudah tidak lagi beroperasi, ia menyarankan untuk segera melapor dinas terkait.

Menurut Arie, bisnis tempat hiburan di Jakarta tak pernah bersifat permanen. Kenaikan dan penurunannya pun tidak terlalu signifikan, hanya sekitar 5 persen. Ia mengatakan persaingan antar-tempat usaha pasti ada.

Yang membedakannya adalah segmentasi pasarnya. Misalnya pedagang kaki lima (PKL) tidak bisa bersaing dengan restoran karena kelasnya berbeda. Meskipun tidak bisa dipungkiri jika kualitas yang akan berperan lebih dominan. Ia mengatakan, tempat usaha di Jakarta tidak perlu khawatir dengan persaingan yang ada. “Selama cara operasinya benar, tidak perlu takut,” katanya.

Perihal perubahan pola hiburan masyarakat, Arie mengatakan, konsep one stop shopping ikut berpengaruh dan menggerus dunia usaha. “Warga jadi lebih senang main ke mal karena semuanya sudah tersedia,” jelasnya.
Red: Endro Yuwanto
Rep: Esthi Maharani
Berita terkait

0 komentar:

Posting Komentar